FITHRAH

Manusia dilahirkan sebagai orang sukses. Proses hidup sesungguhnya adalah proses mempertahankan kesuksesan tersebut. Bukan mencarinya kemana-mana. Bila anda telah sangat jauh dari fithrah anda itu, kembalilah. Lakukan perjalanan ke dalam sang diri. Kembali lah pada kesuksesan hakiki anda

Senin, 23 Februari 2009

BAIK DI MATA ORANG LAIN

Hatinya remuk. Ia merasa ia telah melakukan segalanya. Ia berusaha menjadi bos yang baik. Maka ia penuhi kebutuhan staf-stafnya. Para staf butuh meningkatkan kualitas diri. Maka semua stafnya ia ikutkan sebuah pelatihan pengembangan diri. Pelatihan yang terkenal dan mahal. Para staf butuh refreshing. Maka ia ajak semua staf beserta keluarganya berlibur.
Tapi kenapa kinerja mereka tak jua meningkat? Kenapa selalu banyak kesalahan di kantornya? Kenapa yang ia ucapkan tak juga dituruti? Kenapa banyak kelalaian terjadi sampai-sampai kantornya kecurian? Kenapa ia harus marah-marah dulu untuk membuat semua orang bekerja dengan benar?

Seorang teman mengeluhkan semuanya itu. Pernahkah hal yang sama terjadi dengan anda? Anda merasa sudah berusaha maksimal untuk orang lain, tapi ternyata harapan anda tak kunjung terpenuhi. Kekecewaan pun meruak di segenap penjuru hati.
Apa yang jadi penyebab semua itu? Saya menemukan jawabannya pada sebuah kisah sederhana.

Seorang pria kaya raya menyiapkan berkantong-kantong emas untuk dibagikan pada yang membutuhkan. Itu adalah usaha dan bukti bahwa ia senang berbagi dan berbuat baik untuk sesamanya. Ia pikir, masalah banyak orang akan selesai dengan emas itu.

Maka ia pun keliling kotanya. Orang-orang menyambutnya dengan gembira. Orang-orang miskin berterima kasih sekali padanya. Banyak yang mencium tangannya. Maka ia pun pulang dengan hati gembira. Niat baiknya disambut luar biasa. Harapannya banyak orang miskin yang akan meningkat kehidupannya. Ia pun terus mengulangi perbuatannya itu. Setiap kali ia melakukannya, setiap kali pula ia pulang dengan hati yang puas dan gembira.

Sampai suatu ketika, sebuah fakta terpampang di depannya. Harapan agar tindakannya membuat orang-orang miskin punya kehidupan yang lebih baik, ternyata tak terbukti. Ia menemukan orang-orang miskin itu tetap miskin. Emas yang ia berikan memang membuat mereka senang dan terbantu. Tapi hanya beberapa hari saja, emas itu sudah habis. Mereka kembali ke kondisi penuh penderitaan. Sampai ia datang membawa emas lagi. Dan itulah yang terjadi. Berulang-ulang. Ia mengira sudah melakukan yang terbaik agar orang-orang miskin itu berubah hidupnya. Rupanya ia keliru.

Maka ia rubah perbuatan baiknya. Emas yang untuk dibagikan ia gunakan untuk membangun pabrik. Ia latih orang-orang miskin sampai terampil dan bisa bekerja dengan baik di pabrik. Pendapatan mereka meningkat. Bahkan mereka jadi senang belajar sendiri. Sang orang kaya pun senang. Niat baiknya berhasil. Maka mulailah berdiri pabrik-pabrik dengan tujuan mulia yang sama.

Saudara, menjadi baik di mata orang lain harus lah benar-benar sesuai dengan sudut pandang orang lain. Jangan terjebak dengan sudut pandang kita sendiri. Jangan memberi emas pada orang yang butuh cangkul. Jangan memberi cangkul pada orang yang butuh buku. Jangan memberi buku pada orang yang butuh makan.
Maka ketika kita mau baik di mata orang lain:

Jadilah setia pada yang tidak ada.
Sangat mudah menyerang dan membicarakan keburukan orang yang tidak ada. Mereka tidak bisa membela diri. Karena itu, siapapun yang tak setia pada yang tidak ada, sesungguhnya mereka adalah orang lemah yang tak punya kekuatan apa-apa. Saudara, jangan pernah membicarakan keburukan siapapun. Teman-teman anda akan berpikir: “Dia membicarakan si Fulan yang tidak ada. Jangan-jangan, dia juga membicarakan keburukanku waktu aku tidak ada”. Bila sudah begini, orang lain tak akan percaya lagi pada anda.

Tanyakan : “Apa yang bisa saya bantu?”
Sangat mungkin orang lain butuh bantuan. Tapi mereka sungkan memintanya. Maka pertanyaan emas ini benar-benar menunjukkan kesediaan anda untuk membantu orang lain. Dan, karena anda bisa membantu, maka anda sedang menambah tabungan kebaikan pada sesama. Bertanya seperti ini saja sudah menunjukkan kualitas anda. Apalagi bila anda benar-benar membantu dengan kualitas yang terbaik.

Sensitif pada kebutuhan orang lain.
Mulailah dari hal-hal yang kecil. Mengambil minum bagi teman yang sedang makan. Membawakan barang bawaan teman yang terlalu berat dan banyak. Menyampaikan pesan. Memberi tumpangan pulang. Meng-SMS teman dan menanyakan kabar.
Lalu meningkat ke hal-hal yang lebih besar. Menawarkan pinjaman uang pada teman yang kesusahan. Menyiapkan waktu bagi teman yang butuh curhat. Menengok teman yang sakit. Membantu persiapan pernikahan teman. Dan sebagainya.

Selasa, 17 Februari 2009

Kuat Dihadapan Orang Lain

Hatinya terperi. Sakit sekali. Ia merasa telah bekerja keras. Terbukti dari hasil kerjanya. Dari sekian sales person di perusahaannya, ia memperoleh penjualan dengan omset tertinggi. Tapi, ia malah dimarahi atasannya. Habis-habisan. Di depan umum pula. Hatinya sakit sekali. Tak kuasa ia menahan linangan air matanya. Meleleh. Menganak sungai .

Padahal kesalahannya kecil saja. Hanya laporan yang terlambat. Itu pun karena ia terlalu lelah mengejar konsumen. Bukan karena ada kegiatan pribadi. Sakit hatinya makin membesar ketika ia melihat sang atasan justru tenang-tenang saja pada kesalahan yang dilakukan rekan-rekannya. Ditegur iya. Tapi dimarahi? Nggak ada sama sekali. Eu….h. Sakit sekali.

Pernah mengalami kejadian seperti itu? Bila anda tak berprestasi, dimarahi sudah pantas. Tapi ini berprestasi. Koq masih dimarahi. Apa sebab?

Kekuatan. Yah… kekuatan anda dihadapan orang lain. Ini sebabnya. Apa maksudnya?

Saudara, ketika anda dimarahi atasan, maka anda berada di posisi yang lemah. Kekuatan anda jauh dibawah atasan anda. Bila kekuatan anda sama dengan atasan anda, anda tidak akan dimarahi. Anda ditegur iya. Ditanya iya. Tapi dimarahi? Tidak!

Lho, bukankah atasan itu memang kekuatannya di atas bawahannya? Belum tentu. Tergantung kekuatan atasan dan bawahannya. Ada bawahan yang kekuatannya memang di bawah atasan. Tapi ada yang kekuatannya sama, atau bahkan melebihi atasannya. Atasan dan bawahan adalah faktor formal struktural. Soal kekuatan adalah soal wibawa personal.

Maka prestasi yang tinggi tak menjamin. Soal marah-memarahi adalah soal kekuatan. Nah, apa saja faktor yang membangun kekuatan itu? Faktor yang membuat anda berwibawa di hadapan orang lain, bahkan di depan atasan anda sendiri?

Saya mencatat ada dua faktor. Pertama, faktor fundamental. Kedua, faktor teknik komunikasi.

Faktor fundamental berkaitan dengan kemandirian keyakinan, pikiran dan perasaan. Ini fondasinya. Keyakinan yang kuat membuat anda tak bergeming. Anda kukuh memegang keyakinan itu. Meski lingkungan bisa beda secara diametral dengan keyakinan anda itu. Pikiran anda bisa tetap terbuka atas banyak hal, termasuk hal-hal negatif. Perasaan anda bisa tetap tenang, meski banyak hal yang beda dengan keinginan dan harapan anda.

Faktor teknik komunikasi adalah ujung tombak kekuatan anda itu. Dalam hal ini, anda:

1. Bisa berpendapat beda dengan orang lain.

Nah, hal ini yang paling menunjukkan kekuatan anda. Anda bisa melihat sisi lain dari suatu kondisi. Dengannya anda bisa beda pendapat. Bila pendapat anda sama terus dengan orang lain, maka keberadaan anda menjadi tak berarti penting.

Karena itu, jangan terus diam, setuju, dan mengiyakan pendapat orang lain. Orang lain akan senang diiyakan. Itu sih jelas. Karena itu berarti anda sedang menyerahkan kekuatan anda padanya. Ia makin kuat, anda makin lemah. Makin sering ini (mengiyakan pendapat orang lain) dilakukan, makin lemah anda di depan orang lain. Makin sering anda beda pendapat, makin kuat anda.

Tapi jangan kebablasan. Jangan selalu beda pendapat. Bila anda selalu beda pendapat dengan orang lain, anda memang jadi kuat. Tapi, anda akan dianggap sebagai musuh, bukan rekan kerja. Musuh yang kuat. Dan orang lain akan berusaha menghancurkan anda. Toh anda musuh mereka. Iya,kan? Ini pun kondisi yang buruk. Konflik berkepanjangan berasal dari sini. Mulanya dari perbedaan pendapat yang objektif. Lama-lama akan mengarah pada orangnya. Subjektif.

2. Bisa merespon pendapat orang lain dengan baik.

Merespon bukan berarti menyetujui. Anda bertanya: “Bisa diulangi?”, “Maksudnya?”, “Koq begitu?”, dan sebagainya. Anda berkomentar singkat seperti : “Oh, gitu ya”, “OK, saya paham”, “Ya..ya..ya”, dan sebagainya.

Nah, ketika anda merespon dengan baik, orang lain merasa diperhatikan. Merasa dihargai. Merasa dianggap penting. Karena merasa diperhatikan, dihargai dan dianggap penting, orang lain pun akan melakukan hal sama pada anda. Dan itu adalah pertukaran kekuatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

3. Bisa menguatkan pendapat orang lain.

Ada saatnya anda berbeda pendapat. Ada saatnya anda menyetujui bahkan menguatkan pendapat orang lain. Keseimbangan ini penting. Orang yang pendapatnya anda setujui dan kuatkan akan membagi kekuatannya pada anda. Persetujuan anda akan sangat berarti karena anda bukan orang yang gampang setuju atas pendapat orang lain. Ingat, kalau anda gampang setuju atau bahkan selalu setuju atas pendapat orang lain, anda justru akan jadi orang lemah di hadapan orang lain. Tahu kapan tidak setuju dan berbeda pendapat. Tahu juga kapan saat yang tepat untuk setuju dan menguatkan pendapat orang lain.

Ciri Anda Kuat Dihadapan Orang Lain

Ada dua ciri utama kalau anda sudah kuat dihadapan orang lain. Apa itu?

Pertama, anda ditanya. Dimintai pendapat. Ditanya atasan, rekan atau bawahan. Ini menunjukkan orang lain menganggap anda sebagai orang penting. Dan ini sekali lagi tak berkaitan dengan apakah anda atasan atau bawahan.

Kedua, ketika anda berpendapat, orang lain benar-benar menyimak. Entah pendapat anda itu berbeda atau sama dengan pendapat orang lain.

Selasa, 10 Februari 2009

EGO VS NURANI

Saudara, kita setiap hari butuh makan dan minum. Iya, kan? Bila kebutuhan ini tak terpenuhi, maka penyakit akan datang. Sehat akan didapat bila kebutuhan ini dipenuhi sampai cukup. Bagaimana bila berlebih? Penyakit akan datang juga. Tidak seketika, tapi pasti.

Kenapa kita melakukan hal yang buruk bagi diri kita sendiri?

Karena hal buruk itu mendatangkan kenikmatan. Makan berlebih menimbulkan kenikmatan. Tidur, belanja, nonton TV yang berlebih juga demikian. Kenikmatan adalah sesuatu yang kita cari. Maka kita mencarinya dari segala sesuatu, termasuk yang buruk bagi kita sekalipun.
Mari bertanya kenapa sekali lagi : “Kenapa kita melakukannya?”

Saya menemukan sebabnya. Anda juga kemungkinan besar telah tahu. Dalam diri kita ada ego. Sang ego lah yang menjadi sumbernya. Ego lah yang terus mendorong kita untuk mendapatkan kenikmatan.

Dalam diri kita pun ada nurani. Ego dan nurani semacam pasangan. Dua-duanya punya tujuan yang sama. Sama-sama mendorong agar kita agar mendapat kenikmatan. Bedanya, ego cuma suka pada kenikmatan sesaat. Sedang nurani suka pada kenikmatan jangka panjang.
Ego dan nurani memberikan akibat bila dituruti. Menuruti ego membuat kita mendapat kenikmatan sesaat dan penderitaan jangka panjang. Menuruti nurani membuat kita mendapat kenikmatan jangka panjang dan penderitaan sesaat. Nurani menuntun kita agar bertindak cukup dan sesuai dengan kebutuhan. Ego menuntun kita agar bertindak berlebihan dan memaksimalkan kenikmatan sesaat.

Contohnya makan. Makan menuruti nurani adalah makan yang cukup. Tidak berlebih, dan sehat. Maka perut akan diisi sepertiga makanan, sepertiga minuman, sepertiga udara. Makan menuruti ego membuat kita makan dan minum sampai penuh. Tanpa menyisakan ruang untuk udara. Akibatnya, proses metabolism makanan tidak optimal. Banyak makanan yang terbuang atau disimpan tubuh sebagai lemak. Maka kelebihan berat badan akan terjadi.

Nah, makan menuruti nurani mendatangkan penderitaan sesaat. Kita masih ingin makan, makanannya pun ada. Maka ketika makan itu dihentikan, kita pun menderita. Iya, kan?
Itu contoh yang berkaitan dengan fisik. Bagaimana dengan contoh yang berkaitan dengan emosi? Sama saja. Emosi yang menuruti ego akan menimbulkan kenikmatan dan solusi sesaat, juga penderitaan dan masalah jangka panjang. Misalnya anak anda yang berusia empat tahun salah. Main tanah padahal sudah mandi misalnya. Anda memarahinya. Maka sang anak akan berhenti main tanah, lalu membersihkan diri dan pakaiannya. Anda puas dan masalah pun selesai.

Benarkah?

Tidak! Anak anda berhenti main tanah memang iya. Inilah solusi sesaat. Anda pun yakin bahwa kesalahan anak anda bisa terus diselesaikan dengan cara ini. Anda mengulanginya berulang-ulang. Setiap hari. Setiap kali anak anda membuat kesalahan. Karena anda menggunakan marah, maka anda sebenarnya sedang membangun masalah jangka panjang.

Anak anda menuruti anda, hanya karena ia masih kecil dan tak punya kekuatan. Padahal hatinya terluka. Maka makin ia besar dan kuat, masalah jangka panjang ini akan mulai timbul. Apa itu? Bisa anak yang jadi pemberontak atau penakut.

Marah adalah emosi yang menuruti ego. Prosesnya diawali dari kekesalan karena ada kejadian yang tak sesuai dengan keinginan atau standar anda. Kesal adalah emosi yang masih internal. Tapi begitu kesal ini ditambahi ego, maka muncullah marah. Marah adalah emosi eksternal. Emosi yang keluar dari diri anda. Diekspresikan dengan kata-kata atau perbuatan.

Kesal yang sama sebenarnya tidak harus menjadi marah. Ia bisa menjadi sabar. Sabar adalah kesal yang kemudian ditambahi nurani. Nurani bisa membuat kita bertahan atas penderitaan kesal. Membuat penderitaan kesal itu menjadi sesaat. Maka dalam kasus anak tadi, anda bisa bersabar bahkan kreatif mencari cara yang membuat anak anda berhenti main tanah, tanpa melukai hati sang anak. Bahkan membuat anak anda tetap bergembira.

Sedih adalah juga emosi. Ketika sesuatu atau seseorang yang kita sayangi hilang, maka timbullah kesedihan. Kesedihan ini bisa berkepanjangan atau cepat berlalu. Apa yang jadi sebab? Sedih berkepanjangan disebabkan ego yang menguasai diri. Sedih yang cepat berlalu disebabkan nurani yang mengendalikan.

Misalnya anda ditinggal kekasih yang sangat anda cintai. Ego anda akan mendorong anda untuk berpikir: “Dia tidak seharusnya melakukan itu. Saya kan mencintainya. Kenapa ia meninggalkan saya? Saya sudah begitu baik padanya. Saya tidak terima diperlakukan seperti ini.” Nah, semua pikiran itu membuat kesedihan anda makin memuncak. Bila sudah begini, maka sedih akan berubah menjadi benci bahkan dendam. Benci bertolak belakang dengan cinta. Dendam adalah lawan kedamaian. Dengan benci dan dendam anda bisa melakuan hal-hal yang buruk pada orang yang tadinya anda cintai.

Apa yang terjadi bila nurani yang anda turuti? Maka nurani akan berbisik: “Saya mencintainya. Ia meninggalkan saya, berarti itu yang terbaik untuknya menurut dirinya. Saya tahu apa yang terbaik untuk saya, menurut saya sendiri. Saya akan menerima kejadian ini. Saya belajar banyak. Saya akan melakukan yang terbaik untuknya” Nah, sedih itu justru mendorong anda untuk menerima kejadian itu. Bahkan memaafkan. Baik memaafkan kekasih anda, atau memaafkan diri anda sendiri. Tak ada benci. Tak ada dendam. Anda pun bisa melanjutkan hidup dengan damai. Kesedihan anda sangat cepat berlalu. Bukan tidak mungkin, anda akan berterima kasih pada kekasih anda atas segala kebaikannya meskipun sekarang ia telah meninggalkan anda. Wow,… itulah hebatnya nurani.

Jadi, ketika ada kejadian negatif, anda otomatis merasakan emosi negatif. Tapi emosi negatif ini masih internal sifatnya. Akan menjadi emosi negatif eksternal bila anda mendengarkan dan menuruti ego anda. Karena itu, ketika emosi negatif mulai timbul, dengarkan dan ikuti kata nurani. Maka anda akan tertuntun selalu pada kebaikan. Bila sudah begini, kejadian negatif apapun tidak akan bisa membuat anda beremosi negatif, berkata-kata negatif, apalagi bertindak negatif. Maka jadilah anda pribadi yang kuat. Kuat yang sejati…