FITHRAH

Manusia dilahirkan sebagai orang sukses. Proses hidup sesungguhnya adalah proses mempertahankan kesuksesan tersebut. Bukan mencarinya kemana-mana. Bila anda telah sangat jauh dari fithrah anda itu, kembalilah. Lakukan perjalanan ke dalam sang diri. Kembali lah pada kesuksesan hakiki anda

Senin, 05 November 2007

AYO BANGKIT...

Ramadhan usai. Lebaran pun telah berlalu. Hiruk pikuk puasa, tarawih, takbiran, shalat ied, silaturahim, dan mudik mungkin masih segar dalam ingatan kita. Apa ada yang tersisa? Adakah perubahan berarti dalam diri setelah dilatih Allah sebulan penuh? Apakah ibadah kita jadi lebih baik? Apakah zakat dan sedekah telah menjadi kebutuhan kita? Apakah penyakit-penyakit hati kita telah sirna? Apakah semangat hidup kita makin berkobar? Apakah kita telah menjadi manusia taqwa? Semoga jawaban atas semua pertanyaan di atas adalah IYA. Beruntunglah anda...

Saudara, bila anda menyimak berita-berita di media massa tentang berbagai masalah yang membelit bangsa Indonesia, anda pasti paham bahwa Indonesia makin jauh tertinggal dari negara-negara lain. Padahal Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang hebat luar biasa. Potensi yang belum hebat adalah sumberdaya manusia Indonesia. Ini ditandai dengan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Jadi, kekayaan alam yang hebat itu, justru dikeruk oleh dan untuk memperkaya negara lain. Ironis sekali !

Hal itu seperti anda mempunyai sawah, yang digarap orang lain. Ketika panen anda dibagi hasil panen. Tapi hanya sedikit sekali. Orang yang menggarap sawah anda itu kaya raya dari sawah anda. Sedang anda tetap miskin. Bagaimana perasaan anda? Terus terang, kalau saya sih sakit hati. Tapi, itulah yang terjadi dengan Indonesia ini.

Karena itu, saudara...
Marilah bangkit menjadi pribadi dan bangsa yang mandiri dan terhormat. Bangsa yang kaya raya. Kaya akan ilmu, iman, amal baik, ibadah, ahlak mulia, prestasi, harta, dan sebagainya. Inilah manfaat yang kita dapat dari berpuasa.

Bagaimana caranya?
1. Niat dalam hati untuk terus memperbaiki diri demi mencapai ridha Allah.
2. Jadilah orang yang sedang belajar. Tanda utamanya adalah senang baca. Baca Qur’an, koran, buku, majalah, dan semua sumber ilmu yang baik.
3. Kikis terus kelemahan dan kebiasaan buruk anda.
4. Jadilah manusia disiplin. Tak ada kemajuan tanpa disiplin. Disiplinkan semua aktivitas anda.
5. Bekerja lah dengan keras, cerdas dan ikhlas.

Rabu, 03 Oktober 2007

TIGA KUNCI SUKSES

Kunci 1:
Pengetahuan yang Dilakukan

Suatu kali, Peter Spann, penulis buku Wealth Magic dan jutawan dari Australia diminta datang ke tempat temannya. Sang teman akan memberitahukan satu kunci menuju kekayaan dan kesuksesan luar biasa. Waktu itu, Peter adalah seorang pemuda yang berada diambang putus asa. Kehidupannya sedang meluncur ke titik nadir. Dijanjikan suatu hal yang ia idam-idamkan, Peter sangat bersemangat menunggu waktu perjumpaannya dengan sang teman.
Akhirnya hari itu pun tiba. Peter telah bersiap dan tampil dengan performa terbaiknya. Ia berpikir: “Inilah momen luar biasa dalam hidupku. Aku harus menyambutnya dengan tampilan terbaik.” Berangkatlah Peter ke tempat temannya. Mengendarai mobil bututnya. Mobil yang bila ada lampu merah dan berhenti, punya kemungkinan mogok di atas 75%. Jadi bila ia sampai di lampu merah, Peter pun berteriak: “Hijau, hijau, hijau”. Sampai disana, Peter disambut sang teman. Mereka pun duduk dan mulai ngobrol. Sampai tibalah pada saat menegangkan itu. Sang teman pun menjelaskan kunci suksesnya :
“Peter, kalau kamu mau sukses dan kaya raya, kuncinya cuma satu : Lakukan apa-apa yang kamu ketahui. PENGETAHUAN YANG DILAKUKAN ADALAH KUNCI UTAMA KESUKSESAN”
Peter bengong. Ia tak menduga teman suksesnya akan mengatakan hal sederhana itu. Ia menduga kunci sukses itu pastilah sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang spesial dan rahasia. Sesuatu yang... wah. Tapi ternyata yang ia dapati adalah hal sederhana itu.
Temannya tertawa. “Peter, aku tahu kamu kaget. Kamu pasti menduga kunci sukses itu sesuatu yang luar biasa. Tidak Peter. Mencapai sukses adalah hal sederhana. Karena itu kuncinya pun sederhana. Pengetahuan yang dilakukan. Semua orang dapat melakukannya. Artinya semua orang dapat menjadi sukses.”
Sepulang dari tempat temannya, Peter mulai melakukan kunci sukses itu. Dari hari ke hari ia berkembang. Tujuh tahun semenjak hari itu, Peter Spann telah berubah dari pemuda melarat menjadi konglomerat baru di Australia. Pengetahuan yang dilakukan telah memberi bukti keberhasilannya. Lagi. Dan lagi. Dan lagi.
Nah saudara, buku ini adalah pengetahuan mencapai sukses itu. Pengetahuan itu begitu sederhana. Tapi bila hal sederhana ini tidak dilakukan, maka sukses pun tidak dapat diraih.
Selamat melakukan pengetahuan anda.
Selamat meraih sukses.

Kunci 2:
Bayar Harga Kesuksesan

“Saya siap bayar Rp. 10 juta.” Begitu kata klien yang juga teman saya. Bagi dia, Rp.10 juta sangat besar artinya. Tapi ia mau membayarnya. Untuk satu transaksi. Gimana ceritanya bisa begitu?
Ia punya keinginan. Menikah. Ia telah berusaha sekuat tenaga. Sekian tahun belum berhasil. Padahal, ia telah mulai mapan. Gajinya lumayan. Pendapatannya pun bertambah dari proyek-proyek yang ia garap. Posisi karirnya terus menanjak. Ia pun gadis yang cantik.
Kami pun bertemu. Ia ceritakan masalahnya. Berikut perbincangan kami, sampai ia mau bertransaksi senilai sepuluh juta rupiah itu.
Klien : “Di , saya benar-benar ingin menikah. Orang tua saya mendesak terus.”
Penulis : “Itu wajar. Namanya juga orang tua. Ingin cepat nimang cucu, kan?”
Klien : “Saya udah berusaha keras. Tapi sampai sekarang gagal terus. Saya jadi bosen. Sekarang, saya jadi enjoy ke kerjaan. Saya malah ingin lanjutin sekolah ke luar negeri. Niat nikah jadi drop. Kemarin orang tua saya nelpon saya dan menanyakan hal itu lagi.”
Penulis :“Oke sekarang kita langsung ke masalahnya. Yang pertama anda harus lakukan adalah FOKUS pada keinginan anda untuk menikah. Sekarang saya tanya, mana lebih penting untuk anda : Karir atau menikah?
Klien : “Nikah dong, Pak.”
Penulis : “Apa iya? Kenapa anda jadi lebih enjoy kerja daripada usaha dapat jodoh.”
Klien : “Ya,...nggak tahu lah.”
Penulis : “Saya menduga karena anda mendapat kesenangan dari kerja. Anda berprestasi. Prestasi anda dihargai. Teman-teman memuji. Itu kesenangan yang anda rasakan. Tapi di urusan nikah, anda gagal terus. Itu menyakitkan. Anda pun memilih kerja. Karena itu jauh lebih menyenangkan.”
Klien : “Saya pikir begitu.”
Penulis : “Anda mau ngejomlo terus? Kaya kakak-kakak kelas itu (saya sebut nama dua perempuan yang sama-sama kami kenal). Mereka udah hampir 40 tahun. Tapi belum nikah. Mau kayak mereka?”
Klien : “Ih,... nggak mau lah.”
Penulis : “Nah, anda mau nikah karena tiga hal setidaknya. Pertama, anda kesel didesak orang tua terus. Kedua, anda pun ingin menghindari situasi kakak-kakak kelas itu. Anda nggak mau jomblo forever. Ketiga, anda tahu nikah itu ueeenaak banget. Ha..ha..ha.
Klien : “Ya, itu bener.”
Penulis : “Itu berarti anda sudah punya motivasi yang kuat.” Nah, langkah pertama adalah menetapkan tujuan anda dengan jelas. Anda punya pilihan. Menikah, Karir, atau sekolah lagi. Saat ini anda harus memilih menikah. Artinya, anda harus mendahulukan menikah dari karir dan sekolah”.
Klien : ”OK. Saya pilih menikah”.
Penulis : “Bagus. Sekarang saya ingin anda janji. Kalau ada proyek kerjaan atau beasiswa sekolah, anda akan tolak dua peluang itu. Gimana?”
Klien : “Apa emang harus begitu?”
Penulis : “Iya. Itu bukti anda memilih dan memprioritaskan. Gimana?”
Klien : “Oke. Saya janji.’
Penulis : “Langkah kedua adalah yakin. Yakinlah kalau keinginan anda itu pasti tercapai. Yakinlah kalau Tuhan dan seluruh alam akan bekerja untuk mewujudkan tujuan anda itu. Untuk itu anda harus membuktikannya juga.
Klien : “Apa buktinya?”
Penulis : “Bayar saya Rp. 10 juta.”
Klien : “Sepuluh juta?Anda gila? Itu besar sekali untuk saya.”
Penulis : “Ha..ha..ha.. Ya, itu bukti kalau anda sangat-sangat serius ingin menikah. Orang yang sangat-sangat serius akan berkorban apapun untuk keinginannya. Pengorbanan itu buktinya. Makin berat pengorbanan itu makin baik. Tuhan dan alam juga akan serius mendukung orang yang sangat serius berkorban untuk keinginannya. Karena saya tahu, uang sangat berarti untuk anda, saya tetapkan sebesar itu. Biar terasa beratnya.”
Klien : “Ehm...”
Penulis : Keputusannya ada pada anda. Anda selalu punya pilihan. Berpikir hal itu benar dan anda akan setuju. Atau anda berpikir, ini hanya untuk keuntungan saya dan anda tidak akan setuju.”
Klien : “Tapi anda kan memang akan untung sepuluh juta?”
Penulis : “Ya anda benar. Saya harus jujur. Saya untung sepuluh juta. Bagi saya, keuntungan itu adalah akibat keseriusan anda. Tapi itu bukan tujuan saya. Tujuan saya adalah membantu anda mencapai tujuan anda. Anda bisa saja tidak membayar saya sama sekali. Anda toh teman saya. Masa saya tidak mau bantu. Tapi dengan begitu, anda tidak terbukti serius. Tuhan dan alam pun tidak akan serius membantu anda. Bahkan, anda sendiri, akan ragu-ragu. Seperti yang terjadi selama ini.”
Klien : “Kalau begitu, saya siap bayar Rp. 10 juta.”
Penulis : “Oke. Deal?”
Klien : “Deal”
Penulis : “Sekarang langkah berikutnya. Anda sudah punya calon yang anda suka?”
Klien : “Sudah. Ada dua. Namanya... (ia sebut dua nama).
Penulis : “Wah, itu nggak boleh. Anda mesti fokus pada satu orang. Hanya boleh ada satu rencana. No Plan B. Siapa diantara kedua yang lebih baik menurut anda?”
Klien : “Oke. Si X (ia menyebut sebuah nama)
Penulis : “Kapan anda mau nikah?”
Klien : “Tahun depan.”
Penulis : “Oke. Good. Kalau begitu anda sudah benar-benar siap. Saya akan langsung beraksi. Begitupun dengan anda. Aksi pertama anda adalah tulis di kertas: “Terima kasih Tuhan, saya telah menikah dengan Mr. X pada Oktober 2006.”
Klien : “Lho, saya kan belum menikah? Kenapa ditulisnya sudah?”
Penulis : “Sekarang 2005. anda memang belum nikah. Tapi pada 2006, kan udah nikah. Jadi anda menulisnya pake kata sudah. Itu goal statement yang berdasarkan keyakinan yang benar dan kuat. Tempel di tempat-tempat yang sering anda lihat.”
Klien : “Oke. Saya jadi semangat banget nih”
Penulis : “Iya lah. Nikaah. Oke sudah cukup sekarang. Ini nomer rekening saya...”
Klien : “Segera saya transfer. Thanks”
Perbincangan selesai. Kami pun berpisah.
Catatan:
(Kasus diatas benar-benar terjadi. tapi dalam penulisannya, saya lakukan sedikit penyesuaian, seperti nama-nama yang tidak disebut dan sebagainya)

Saudara, sukses ada harganya. Siapa yang membayar harga kesuksesan, ia bisa meraihnya. Sebaliknya, siapapun yang tak membayar harga kesuksesan, dipastikan ia akan gagal. Meskipun banyak peluang disodorkan padanya. Sukses berkaitan dengan mengatasi masalah di setiap peluang.
Mari perhatikan satu contoh sederhana. Katakanlah calon istri anda meminta mas kawin pada anda sebesar Rp. 100 (seratus rupiah). Mas kawin yang sederhana dan ringan, kan? Tapi bila anda tidak membayarnya, apakah anda jadi nikah? Tidak! Pernikahan tak sah karena anda tak mau membayar mas kawinnya. Padahal mas kawin itu hanya Rp. 100.-. Mungkin calon istri anda akan memutuskan untuk menikah dengan pria lain. Ia mungkin berpikir: “Saya kan cuman minta seratus perak, dia nggak mau bayar. Gimana kalau saya minta lebih?”
Begitu juga dengan sukses. Ia ada harganya. Kadang harga sukses itu murah sekali. Kadang malah mahal sekali. Memang bukan murah mahalnya harga kesuksesan yang jadi masalah. Lalu apa? Masalahnya adalah : Apakah kita membayarnya atau tidak. Bila anda tahu harga sukses itu mahal, tapi anda benar-benar ingin jadi orang sukses, maka anda akan membayar harga mahal itu.
Saudara, semahal atau semurah apa sih harga sukses anda? Tergantung sukses yang anda inginkan. Bila sukses itu berarti anda punya penghasilan Rp. 1 juta per bulan, maka harga suksesnya pasti lebih murah dibanding dengan sukses berarti punya penghasilan Rp. 1 milyar per bulan. Iya kan?
Mari simak harga suksesnya Thomas Alfa Edison. Baginya, sukses berarti berhasil menciptkan bola lampu. Berapa harganya? Harganya adalah 10.000 percobaan. Thomas Alfa Edison membayar harga kesuksesannya. Ia pun sukses. Ia akan dikenang manusia modern sepanjang masa atas jasa-jasanya. Harga sukses Edison itu mungkin mahal untuk banyak orang. Tapi harga itu sangat sepadan dengan hasilnya.
Sama juga dengan Kolonel Sanders. Baginya sukses berarti ada orang yang mau diajak kerjasama mengembangkan restoran ayam berdasar resep darinya. Berapa harganya? 1009 penawaran yang ditolak. Padahal Kolonel Sanders sudah berusia 65 tahun ketika memulai menawarkan resep ayamnya pada orang-orang. Sang Kolonel pun sukses. Ia membayar harga kesuksesannya.
Contoh bagus lain diberikan Abraham Lincoln. Sukses baginya adalah menjadi Presiden Amerika Serikat. Berapa harganya? Mari kita simak perjalanan hidupnya:
Gagal dalam bisnis, usia 31 tahun.
Kalah dalam pencalonan legislatif , usia 32 tahun.
Gagal lagi dalam bisnis, usia 34 tahun.
Kehilangan kekasihnya yang meninggal, usia 35
Depresi mendalam, usia 36
Kalah dalam pemilihan, usia 38.
Kalah dalam pencalonan anggota konggres, usia 43
Kalah dalam pencalonan anggota konggres, usia 46
Kalah dalam pencalonan anggota konggres, usia 48
Kalah dalam pencalonan senator, usia 55
Gagal dalam usaha menjadi wakil presiden, usia 56.
Kalah dalam pencalonan senator, usia 58.
Terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, usia 60.
Abraham Lincoln siap terus kalah dalam pemilihan, gagal dalam bisnis dan sebagainya. Ia sadar, itulah harga kesuksesannya. Dan, ketika ia mau membayarnya, sukses pun ia raih. Apa yang terjadi padanya, ketika di usia 58, setelah ia kalah dalam pencalonan senator, ia memutuskan berhenti dari dunia politik. Mungkinkah ia menjadi presiden legendaris Amerika? Saya yakin tidak. Sejarah tidak akan mencatatnya sebagai salah seorang presiden Amerika.
Saudara, itulah rumus kesuksesan. Sederhana, kan?
Maukah anda sukses? Pasti mau.
Maukah anda membayar harga kesuksesan anda? Saya yakin anda mau juga.


Kunci 3:
Sumberdaya anda,
untuk Konsumsi Leher ke bawah atau Investasi leher ke atas.

Siapa orang sukses yang anda kagumi? Kalau saya, salah satunya adalah Bill Gates. Orang terkaya di dunia saat ini (tahun 2006). Kalau untuk anda, mungkin beda. Nggak apa-apa. Bagi anda yang senang sepakbola, mungkin Ronaldinho, orang sukses yang anda kagumi. Bagi anda yang gemar golf, Tiger Wood mungkin pilihan terbaik. Bagi anda yang gemar film, wah banyak sekali ya. Bagi anda yang gemar politik, mungkin Mahathir Muhammad, tokoh yang anda kagumi. Bagi anda yang senang berbisnis, mungkin Donald Trump dan Robert T. Kiyosaki menjadi pilihan anda. Ah,.. cukuplah contohnya, ya.
Sekarang pertanyaannya adalah mengapa mereka bisa sukses, sedang sebagian besar orang lain tidak? Padahal sumberdaya yang dimiliki oleh semua orang sama? Apakah volume otak Bill Gates, Ronaldinho, Tiger Wood, Mahathir Muhammad, Donald Trump, dan Robert T. Kiyosaki beda dengan sebagian besar manusia? Jelas tidak. Apakah waktu yang mereka miliki per hari lebih banyak? Jelas tidak. Apakah mereka punya tambahan indera selain indera-indera yang kita punya? Jelas tidak. Apakah mereka semua lahir dari kalangan orang kaya dan sukses? Tidak semua. Jadi, volume otak, jumlah waktu yang dimiliki per hari, indera, dan keturunan tidak berpengaruh pada kesuksesan mereka. Kalau bukan hal-hal itu, lalu perbedaan apa yang membedakan mereka dari sebagian besar orang?
Guru saya, Pak Zainal Abidin, memberikan penjelasan. Menurutnya, bukan jumlah waktu yang menentukan, tapi bagaimana memanfaatkan waktu itulah perbedaannya. Bukan volume otak yang berpengaruh, tapi apa yang dimasukkan ke dalam otak itulah perbedaannya. Satu lagi, bukan jumlah uangnya yang berpengaruh besar, tapi untuk apa uang itulah yang membedakan.
Contoh sederhana begini:
Pada pukul 20.00 – 22.00 setiap malam, apa yang anda lakukan? Banyak pilihannya. Anda bisa nonton sinetron di satu stasiun TV. Anda bisa menyimak diskusi politik di stasiun TV yang lain. Anda pun bisa makan malam di restoran favorit anda. Anda bisa ngobrol dengan tetangga di pos hansip. Anda bisa baca komik. Anda pun bisa baca buku ini. Anda bisa bercanda ria dengan anak istri. Anda bisa main catur dengan tetangga. Tapi mana pilihan aktivitas yang menghantarkan anda pada sukses, mana yang bukan?
Anda bisa saja nonton TV. Tapi, apa yang anda tonton akan menghasilkan dampak yang berbeda. Bila pilihan anda jatuh pada sinetron, anda mungkin terhibur, tapi apakah anda bisa lebih sukses? Sama pula dengan baca. Baca buku ini dengan baca komik jelas beda dampaknya. Saya sih yakin baca buku ini lebih banyak manfaatnya (He..he..he... ).
Nah saudara, setiap manusia diberikan modal dasar yang relatif sama. Perbedaan baru muncul dengan bedanya tindakan kita dalam memanfaatkan sumberdaya itu. Secara garis besar, bisa dibagi dua:
1. Orang sukses menggunakan sumberdayanya (waktu, tenaga, pikiran, uang, dsb) untuk meningkatkan kualitas dirinya. Disebutnya investai untuk hal-hal yang di atas leher. Tepatnya otak. Kenapa investasi? Karena istilah investasi tepat. Ia sesuatu yang menghasilkan manfaat terus menerus.
2. Orang gagal menggunakan sumberdayanya (waktu, tenaga, pikiran, uang, dsb) untuk kesenangan dirinya saja. Disebutnya konsumsi untuk hal-hal yang di bawah leher. Kenapa konsumsi? Karena istilah ini tepat untuk menggambarkan sesuatu yang manfaatnya sekali habis.
Contoh : anda punya uang Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
Bila anda gunakan uang tersebut untuk beli buku pengembangan diri, lalu membaca dan melakukannya, maka anda sedang melakukan investasi leher ke atas. Tapi, bila anda manfaatkan uang itu untuk makan malam di restoran favorit anda, maka anda sedang melakukan konsumsi leher ke bawah.
Lalu apa perbedaannya?
Membeli, membaca dan melakukan buku pengembangan diri berarti anda telah meningkatkan kualitas diri anda. Manfaatnya pun jangka panjang. Pengetahuan yang telah anda tahu, bisa bermanfaat terus selama anda hidup. Meski lupa, anda bisa membaca bukunya lagi dan mengingatnya lagi. Iya, kan?
Berbeda dengan makan di resto favorit anda. Manfaatnya anda bisa kenyang dan senang. Tapi seberapa lama? Sebentar saja bukan? Besok paginya anda sudah lapar lagi. Kesenangan yang anda dapat pun mungkin sudah tak terasa lagi. Selesai. Dampak Rp. 100.000 anda hilang dalam semalam. Beda dengan baca buku, kan?
Selain itu, pendapatan anda, secara langsung dipengaruhi oleh investasi anda untuk leher ke atas. Bukan oleh konsumsi anda untuk leher ke bawah.
Contoh :
Bila anda punya perusahaan. Anda punya dua orang karyawan. Satu lulusan SMP. Satunya lagi sarjana. Usia keduanya sama. Dan dua-duanya belum punya pengalaman kerja dimanapun. Di posisi apa anda akan akan menempatkan keduanya? Bagaimana pula anda menggajinya? Saya yakin, posisi karyawan yang sarjana lebih baik dari posisi karyawan yang lulusan SMP. Gajinya pun beda. Gaji karyawan sarjana lebih tinggi dari karyawan lulusan SMP. Mengapa begitu? Saya yakin karena menurut anda kemampuan keduanya beda. Karyawan sarjana lebih banyak menginvestasikan sumberdayanya untuk leher ke atas dibanding karyawan lulusan SMP.
Dalam contoh di atas, ukurannya adalah pendidikan. Anda mungkin bertanya: “Mungkin tidak, ada lulusan SMP yang jadi atasan sedang bawahannya para sarjana?” Jawabannya mungkin dan buktinya banyak. Bill Gates bukan sarjana. Tapi karyawannya ada yang profesor. Lalu apa perbedaan yang membedakan tingkat kesuksesan orang? Jawabannya seberapa banyak sumberdaya yang diinvestasikan untuk leher ke atas?
Sangat mungkin seorang lulusan SMP lebih hebat dibanding sarjana. Bagaimana bisa? Bisa, bila sang lulusan SMP lebih banyak menginvestasikan sumberdayanya (waktu, uang, tenaga, pikiran, dsb) untuk investasi leher ke atas.
Misalnya anda lulusan SMP. Anda senang ikut berbagai kursus. Anda ikut kursus bahasa Inggris, kursus komputer, kursus pengembangan kepribadian, senang baca buku positif, senang bergaul dengan orang-orang sukses, punya rasa ingin tahu yang tinggi dan gemar bertanya. Kualitas anda pasti lebih dari sarjana yang masuk universitasnya nyogok, kuliahnya sering bolos, setiap malam dugem ke diskotik, kalau ujian nyontek, nggak senang baca buku, nggak betah ikut pelatihan atau seminar, nggak bisa komputer padahal komputernya punya. Dengan kompetensi anda seperti itu, maka saya yakin pendapatan anda pun akan lebih dari sang sarjana yang kurang kompeten tersebut.
Saudara, investasi leher ke atas lah yang membuat anda sukses. Bukan konsumsi leher ke bawah. Kenapa begitu? Karena investasi leher ke atas dapat meningkatkan kualitas diri anda. Kualitas diri anda itulah yang dapat meningkatkan pendapatan anda, dan mempercepat kesukesan anda.
Inilah perbedaan yang membedakan orang-orang sukses (ACHIEVER) dengan orang-orang biasa saja (SAVE SEEKER) dan orang-orang gagal (LOOSER).
Orang-orang sukses lebih banyak menginvestasikan suberdayanya untuk leher ke atas (kompetensi).
Orang-orang biasa lebih banyak mengkonsumsikan sumberdayanya untuk leher ke bawah. Sedang orang-orang gagal, mereka merusak sumberdaya yang mereka miliki.

Selasa, 11 September 2007

Menolak US$ 1 juta, demi....


Rocky, Rambo, dan sederet film box office dunia adalah prestasinya. Siapa lagi kalau bukan Sylvester Stallone. Sekarang, ia adalah bintang besar Hollywood. Pusat industri film dunia. Bagaimana ia bisa sampai ke puncak?
Film pertamanya adalah Rocky. Sly sendiri yang menulis naskah film ini. Ia datangi banyak produser dan perusahaan film. Semuanya menolak. Mereka berpendapat film ini terlalu sederhana. Dan lagi tak akan ada orang yang mau nonton film tinju.
Tapi Sly tidak menyerah. Sampai akhirnya ia bertemu dengan perusahaan yang mau memfilmkan naskahnya. Ia akan dibayar US$75.000 untuk naskahnya. Tapi Sly bukan ingin jadi penulis film. Ia ingin jadi aktor film.
Ia tolak tawaran itu. Ia ingin ia sendiri yang membintangi filmnya. Perusahaan film itu pun ngotot: “Anda penulis naskah, bukan aktor” begitu kata mereka.
Sekali lagi Sly bersikeras. Bahkan ketika tawaran perusahaan itu untuk naskahnya naik jadi US$ 255.000 sampai US$ 1 juta.
Sly tetap menolak tawaran itu bila bukan ia sendiri yang jadi “Rocky”. Ia tidak mencari uang, ia mencari kesuksesan. Meski, tawaran US$ 1 juta adalah tawaran yang sungguh sangat menggoda.
Kondisinya saat itu sangat menyedihkan. Ia miskin dan lapar. Istrinya bahkan sudah menyarankan ia cari kerja di bidang lain saja. Suatu hari, Sylvester harus menjual anjing kesayangannya hanya demi menyambung hidup. Sering kali Sly tidak pulang ke rumah. Ia tidur di taman.
Akhirnya, dengan berat hati perusahaan film itu setuju. Rocky diperankan oleh Sly sendiri. Mereka hanya membayar Sly sebesar US$ 35.000 untuk naskahnya dan bagian dari penjualan film itu di pasar. Dengan sangat gembira Sly menerima!
Ketika Rocky diluncurkan, ia langsung masuk box office. Film ini menghasilkan US$ 171 juta ! suatu hasil fantastis dari sebuah film yang biaya produksinya tidak lebih dari US$ 1 juta.
Bagi Sly sendiri hasil ini sangat fantastis. Ia meroket menjadi bintang Hollywood ternama. Film-film sukses berikutnya ia bintangi, termasuk Rambo yang fenomenal itu.
Tentu hal ini tidak akan terjadi bila ia hanya puas menjadi penulis naskah film. Tak banyak orang yang akan mengenal Sylvester seperti sekarang ini. Orang yang gaya bicaranya aneh. Orang yang menjadi idola anak-anak dunia. Orang yang telah begitu banyak berbuat bagi sesama melalui yayasan-yayasan sosial. Ia telah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Baik yang terjun di dunia film, tinju, atau bidang-bidang lain.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah Sylvester Stallone ini? Saya mencatat ada
1. Berpegang teguh pada pendirian
2. Berani membayar harga keinginan
3. Terampil

1. Berpegang teguh pada pendirian
Sylvester Stallone punya keinginan. Ia ingin jadi aktor sukses. Dalam perjalanan menuju keinginannya, ia digoda banyak hal. Pertama, istrinya. Sang istri – karena situasi mereka yang miskin – menyarankan Stallone untuk melupakan keinginannya. Ia diminta mencari pekerjaan biasa.
Sylvester menolak. Ia tahu keinginannya. Ia teguh pada pendiriannya itu. Ia terus berjuang demi keinginannya.
Nah, sekarang ini apa yang menjadi keinginan anda? Hati-hati dengan keinginan anda. Ada banyak keinginan yang negatif.
Misalnya ingin banyak uang untuk mengumbar nafsu. Ingin jabatan tinggi agar bisa korupsi. Ingin banyak ilmu biar terpandang di masyarakat. Ingin gelar tinggi untuk meningkatkan gengsi.
Keinginan-keinginan negatif di atas harus dihentikan. Bukan keinginan seperti itu yang anda harus berpegang teguh padanya. Tapi keinginan pada hal-hal positif. Hal-hal yang prestatif. Hal-hal yang bermanfaat bagi anda, keluarga, dan masyarakat. Inilah keinginan yang benar.
Jadi, buatlah keinginan yang positif. Keinginan yang dibenarkan oleh hati nurani. Tidak ada yang salah dengan ingin banyak harta. Asal, keinginan itu bukan akhir. Bila anda ingin banyak harta untuk melakukan banyak amal kebaikan itu bagus.
Kebaikan sekarang ini memang memerlukan uang. Bagaimana bisa membantu masyarakat miskin tanpa uang? Bisa sih, cuma tidak maksimal.
Jadi, inginkanlah punya uang yang banyak, jabatan yang tinggi, popularitas yang luas dan ilmu yang dalam. Buat uang, jabatan tinggi, popularitas dan ilmu untuk berbuat baik bagi sesama.

2. Berani membayar harga keinginan
Keinginan anda ada harganya. Dalam training atau seminar saya, saya sering tanya peserta:”Siapa diantara anda yang ingin sukses?” Semua tangan terangkat.
Lalu saya katakan:”Harga untuk sukses adalah kerja keras, disiplin, kurang tidur, berkorban untuk orang lain, dan sebagainya. Siapa diantara anda yang mau melakukan itu semua?”
Biasanya tangan-tangan yang terangkat kurang dari 50% peserta. Jadi, apa yang terjadi dengan lebih dari 50% peserta? Yang terjadi adalah BANYAK ORANG YANG PUNYA KEINGINAN TINGGI, TAPI TIDAK MAU MEMBAYAR HARGANYA.
Sylvester Stallone mau membayar harga keinginannya. Ia siap kerja keras. Ia siap menawarkan naskahnya pada banyak produser. Ia siap ditolak berapa kali pun. Ia siap tidur di taman. Ia rela menjual anjing kesayangannya.
Itulah Sylvester Stallone. Ia siap melakukan semua hal itu demi satu keinginan. Itulah kunci sukses orang sukses. Siapapun pelakunya akan mendapatkan apa yang diinginkannya.

3. Terampil
Keinginan besar harus didukung keterampilan besar. Tanpa keterampilan, keinginan hanya akan menjadi mimpi kosong. Tidak akan tercapai. Sayangnya banyak orang yang melakukannya.
Sylvester Stallone sukses karena ia terampil. Ia pandai menulis naskah film. Ia pun sangat menawan dalam berakting. Keterampilan inilah yang menjadi modalnya. Tanpa keterampilan, pantang putus asa akan tidak berarti. Anda hanya akan gagal terus. Berita baiknya, pantang putus asa plus belajar adalah terampil.
Jadi, untuk bisa terampil, anda harus belajar. Belajar lah suatu keterampilan sampai anda jadi seorang ahli. Seperti supir mobil. Pertamanya, pasti tidak bisa mengemudi.
Dengan terus belajar, pantang putus asa dan siap membayar harga belajarnya, ia jadi bisa. Setelah itu, ia terus melatih keterampilannya. Sampai akhirnya, seorang supir bisa mengemudi sambil ngobrol, menelpon, ketik SMS, dan sebagainya. Ia jadi ahli.
Sayang, banyak orang menyamakan belajar dengan sekolah. Jadi waktu sekolah, mereka belajar. Tapi begitu berhenti sekolah, mereka berhenti belajar. Karena berhenti belajar, maka keterampilan mereka cenderung tetap. Bahkan bisa menurun.
Contoh mudah, adalah rumus-rumus fisika dan matematika di SMP. Sekarang, bila anda ditanya apa itu rumus ABC, apakah anda akan tetap ingat bentuk rumusnya? Mungkin sudah tidak ingat. Itu karena kita sudah tidak belajar lagi materi-materi itu.
Karena itu, belajar lah terus. Biasakan baca buku setiap hari. Atau diskusi dengan teman. Atau ikut pelatihan dan seminar. Browsing lah web-web bagus dan sehat di internet untuk menambah pengetahuan. Selamat belajar.

Ini Hutangmu, Bu...



Seorang ibu sedang masak di dapur. Tiba-tiba pintu dapur terbuka. Ternyata anaknya yang masuk dapur. Ia membawa selembar kertas. “Ibu ini surat dariku.” Sang ibu tercengang. Tidak biasanya anaknya membuat surat untuknya. Sang anak pun keluar dari dapur. Sang ibu membaca suratnya:
“Ibu, ini hutangmu minggu ini”:
Untuk menyapu dan mengepel Rp. 10.000,-
Untuk menjaga adik Rp. 20.000,-
Untuk ke toko disuruh ibu Rp. 30.000,-
Untuk membersihkan kamar Rp. 10.000,-
Untuk memotong rumput Rp. 20.000,-
Untuk beres-beres rumah Rp. 20.000,-
Jadi hutangmu minggu ini sebesar Rp.110.000,-
Sang ibu tersenyum. Ia pun mengambil pensil dan membalas surat anaknya. Begini bunyinya:
“Nak, ibu akan membayar hutang ibu padamu. Tapi tahukah kamu berapa hutangmu pada ibu selama ini? Ini catatannya:
Untuk mengandungmu gratis
Untuk melahirkanmu gratis
Untuk menjagamu siang malam gratis
Untuk ke dokter waktu kamu sakit gratis
Untuk semua kebandelanmu gratis
Untuk biaya sekolahmu gratis
Untuk seluruh uang jajanmu gratis.
“Jadi Nak, ternyata kamu tidak berhutang apa-apa pada Ibu.”
Sang ibu memberikan surat balasan itu pada anaknya. Sang anak pun membacanya:
Ketika selesai membaca, tak terasa berurailah air matanya. Ia pun menulis sesuatu di suratnya. Tulisan itu berbunyi “Ibu, seluruh hutangmu telah LUNAS. Maafkan aku Ibu”
Sang anak menghampiri ibunya. Ia langsung memeluk ibunya erat-erat. Ia menangis. Ia menyesal. Ia sungguh-sungguh malu. Sang ibu hanya memeluk anaknya. Ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengelus-elus anaknya. Sang ibu pun tersenyum. Tak terasa, air matanya pun meleleh. Menganak sungai di pipinya. Tapi,… sekarang hatinya bahagia.
Itulah ceritanya. Bagi saya cerita ini sungguh inspiratif. Cerita ini menunjukkan betapa mulianya seorang ibu yang diselimuti cinta. Cinta telah membuatnya tegar. Ia begitu sabar menghadapi anaknya yang mengesalkan. Bahkan ia dapat mendidik anaknya dengan sangat baik. Coba bayangkan bila sang ibu justru marah ketika disurati anaknya seperti itu. Bagaimanakah sikap sang anak? Kemungkinan besar keduanya saling marah. Setelah itu saling benci. Dan seterusnya
Di sisi lain, sang ibu adalah orang yang berfokus pada peluang. Anaknya yang bandel adalah kesempatan baginya. Kesempatan apa? Kesempatan untuk mendidik dengan cara yang menyentuh hati. Bukankah di hati cinta itu bermukim. Bukankah dengan tersentuh hatinya, setiap orang dapat berubah 180 derajat? Bukankah hati adalah raja diri manusia. Ketika sang raja baik, maka baik-lah pula seluruh kerajaan diri itu.
Ibu, terima kasih…