FITHRAH

Manusia dilahirkan sebagai orang sukses. Proses hidup sesungguhnya adalah proses mempertahankan kesuksesan tersebut. Bukan mencarinya kemana-mana. Bila anda telah sangat jauh dari fithrah anda itu, kembalilah. Lakukan perjalanan ke dalam sang diri. Kembali lah pada kesuksesan hakiki anda

Selasa, 11 September 2007

Ini Hutangmu, Bu...



Seorang ibu sedang masak di dapur. Tiba-tiba pintu dapur terbuka. Ternyata anaknya yang masuk dapur. Ia membawa selembar kertas. “Ibu ini surat dariku.” Sang ibu tercengang. Tidak biasanya anaknya membuat surat untuknya. Sang anak pun keluar dari dapur. Sang ibu membaca suratnya:
“Ibu, ini hutangmu minggu ini”:
Untuk menyapu dan mengepel Rp. 10.000,-
Untuk menjaga adik Rp. 20.000,-
Untuk ke toko disuruh ibu Rp. 30.000,-
Untuk membersihkan kamar Rp. 10.000,-
Untuk memotong rumput Rp. 20.000,-
Untuk beres-beres rumah Rp. 20.000,-
Jadi hutangmu minggu ini sebesar Rp.110.000,-
Sang ibu tersenyum. Ia pun mengambil pensil dan membalas surat anaknya. Begini bunyinya:
“Nak, ibu akan membayar hutang ibu padamu. Tapi tahukah kamu berapa hutangmu pada ibu selama ini? Ini catatannya:
Untuk mengandungmu gratis
Untuk melahirkanmu gratis
Untuk menjagamu siang malam gratis
Untuk ke dokter waktu kamu sakit gratis
Untuk semua kebandelanmu gratis
Untuk biaya sekolahmu gratis
Untuk seluruh uang jajanmu gratis.
“Jadi Nak, ternyata kamu tidak berhutang apa-apa pada Ibu.”
Sang ibu memberikan surat balasan itu pada anaknya. Sang anak pun membacanya:
Ketika selesai membaca, tak terasa berurailah air matanya. Ia pun menulis sesuatu di suratnya. Tulisan itu berbunyi “Ibu, seluruh hutangmu telah LUNAS. Maafkan aku Ibu”
Sang anak menghampiri ibunya. Ia langsung memeluk ibunya erat-erat. Ia menangis. Ia menyesal. Ia sungguh-sungguh malu. Sang ibu hanya memeluk anaknya. Ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengelus-elus anaknya. Sang ibu pun tersenyum. Tak terasa, air matanya pun meleleh. Menganak sungai di pipinya. Tapi,… sekarang hatinya bahagia.
Itulah ceritanya. Bagi saya cerita ini sungguh inspiratif. Cerita ini menunjukkan betapa mulianya seorang ibu yang diselimuti cinta. Cinta telah membuatnya tegar. Ia begitu sabar menghadapi anaknya yang mengesalkan. Bahkan ia dapat mendidik anaknya dengan sangat baik. Coba bayangkan bila sang ibu justru marah ketika disurati anaknya seperti itu. Bagaimanakah sikap sang anak? Kemungkinan besar keduanya saling marah. Setelah itu saling benci. Dan seterusnya
Di sisi lain, sang ibu adalah orang yang berfokus pada peluang. Anaknya yang bandel adalah kesempatan baginya. Kesempatan apa? Kesempatan untuk mendidik dengan cara yang menyentuh hati. Bukankah di hati cinta itu bermukim. Bukankah dengan tersentuh hatinya, setiap orang dapat berubah 180 derajat? Bukankah hati adalah raja diri manusia. Ketika sang raja baik, maka baik-lah pula seluruh kerajaan diri itu.
Ibu, terima kasih…

Tidak ada komentar: